Original Image- Nurazizahindah |
Andreana
Nurdara sedang sibuk dengan materi presentasi yang esok ia dan timnya bawakan.
Gadis yang sering dipanggil Dara itu, mengabaikan semua orang yang menyapanya hanya
untuk sekedar berpamitan. Jam pulang kantor memang sudah dari 30menit yang
lalu, sedangkan Dara masih berkutat dengan laptopnya.
Dara
menyudahi pekerjaanya saat kumandang suara adzan magrib terdengar. Ini batas
waktu ia berada dikantor. Dara menghela nafas panjang dan mengeluarkanya
perlahan. Syukurlah materi Presentasi untuk esok sudah ia selesaikan. Langkahnya ia bawa menuju masjid besar yang
berada disebrang kantornya. Ini waktunya ia untuk melaksanakan perintah sang
pemilik alam semesta.
Dara
mengadahkan tanganya, merebahkan dirinya diatas sajadah. Dara tidak ingin
diganggu kali ini, Dara hanya ingin mendekatkan dirinya kepada sang pencipta.
Biarkan waktunya kali ini ia gunakan untuk bermanja-manja dan meminta. Toh
bukankah karena dirinya ia diberikan nikmat yang cukup.
Tibalah Dara
ditempat dimana ia akan selalu teringat akan masa lalunya. Masa dimana ada
seseorang yang selalu menjaga dan menunggunya pulang. Dara tinggal diapatermen
milik ayahnya. Kedua orang tua Dara bermukim di Jogya, sedangkan Dara bekerja
sebagai editor disebuah penerbitan Novel dijakarta.
Dara meraba
sebuah foto lama. Nampak seorang pemuda yang sedang duduk disampingnya dengan
eskrim yang berada digenggamanya. Dan nampak seorang gadis disamping pemuda itu
dengan tawa diraut wajahnya. Dara terisak saat mengingat masa di mana ia masih
bersama-sama dengan teman Ta’arufnya. Benar Dara enggan untuk pacaran, ia
dipertemukan dengan pemuda itu juga karena orang tuanya. Bahkan cinta hadir
begitu saja diantara keduanya. Namun, rupanya sang pemilik cinta enggan
menyatukan dua insan tersebut.
Flashback
Suatu malam
setelah pemuda yang bernama Rendra, baru saja mengantarkan Dara pulang. Malam
itu Dara tidak merasakan firasat apapun. Dara lantas memasuki rumahnya dan
meninggalkan Rendra yang hendak pulang. Dengan melambaikan tangan dan senyuman
yang tak pernah pudar diwajahnya.
Tidak lama
setelah itu Dara menerima sebuah SMS yang berisi.
“Dara, Aku lupa mau memberimu sebuah kejutan.
Esok saja ya. Aku pulang. Jaga dirimu baik-baik. Jika rindu sebut namaku dalam
do’a-do’amu. Love u.”
Malam itu
juga Dara terlelap dengan sebuah senyuman yang mengiringi ia terlelap dalam
tidurnya. Hanya satu alasan mengapa Dara ingin segera kembali membuka matanya
setelah terpejam ya, bertemu kembali
dengan sang pengeran. Setelah menunaikan shalat subuh Dara mencari Handphonenya
yang ia cas selama semalam.
“Ra! Dara...
loe udah bangun? Ra buka pintunya.” Dara terpelojat kaget karena suara pintu
apatermenya yang diketuk sangat keras dan menampkan seorang gadis yang sudah
menjadi sahabat karibnya selama ia pergi kejakarta.
“Ada apa Fa?
Loe pagi-pagi udah ngagetin gue. Kay...”
“Rendra
meninggal Ra!”
Dara tak
mampu melanjutkan kata-katanya yang dipotong oleh Defa sahabatnya. Tubuh Dara tiba-tiba saja
membeku saat indra pendengaranya menangkap dengan jelas pernyataan yang
sepantasnya ia tidak dengar. Air matanya begitu saja mengalir dengan deras,
dadanya sesak. Bahkan pandanganya kini kabur setelah pernyataan yang
dilontarkan oleh Defa sahabatnya.
“Ra! Loe
yang kuat ra, loe pasti bisa tanpa Rendra. Ra.. loe denger gue kan.” Defa
dengan mengguncangkan tubuh Dara yang masih tegap berdiri dengan air mata yang
terus menetes tepat dikelopak matanya.
Dara
merebahkan tubuhnya keubin yang keras, tangisnya pecah saat ia, menanyakan
kembali pada Defa bahwa, apa yang dikatakanya itu benar apa hanya lelucon
biasa. Dara menangis sekencang-kencangnya dipelukan Defa. Defa terus
menenangkan Dara yang bahkan lulai dengan luka yang menyayat hatinya.
“Antar gue,
ketemu Rendra Fa.” Ujar Dara lirih dengan memcoba berdiri.
“Iya, gue
bakalan anterin loe. Tapi loe harus kuat, loe gak maukan Rendra liat kalau loe
selemah ini.”
Merekapun
bergegas kerumah dimana Rendra disemayamkan. Ya, sepulang dari rumah Dara
Rendra mengalami sebuah kecelakaan. Sebuah Truk dengan kencang mengahantam dan
menabrak mobil Rendra yang sedang melaju pelan. Rendra sempat sadar saat ia
dibawa kerumah sakit, namun tuhan berkehendak lain. Rendra hanya membuka mata
hanya untuk sesaat setelah itu. Terbanglah ruhnya meninggalkan tubuhnya yang
terbujur kaku dengan luka disekujur tubuhnya.
Disepanjang
perjalanan Dara hanya menatap kosong kedepan. Air matanya masih setia menemani
kesedihan yang ia rasakan. Tangan tak kasat matapun semakin meremas hati Dara
yang sudah terluka amat dalam.
Dara tiba
dimana tubuh kaku kekasihnya terbaring. Menyisakan luka yang amat pedih. Dara
menghambur begitu saja, membelai wajah Rendra yang putih dan dingin. sebuah
senyuman memang tak pernah pudar dari wajahnya meski sudah terpisah dengan
ruhnya. Dara menyadari bahwa apa yang ia lakukan akan mempersulit Rendra untuk
pergi.
“Apakah ini?
Apakah ini kejutan yang kamu berikan untuku? Apakah ini! Sungguh bukan ini yang
aku inginkan. Bangunlah, bangun dan berikan kejutan yang sesungguhnya untuku.
Kau akan melamarku kan? Iya kan. Lantas bangunlah. Dan apakah ini yang kamu
maksud kamu akan pulang? Pulang kerumahmu yang abadi. Tidak aku tidak ingin!
Kembalilah, kumohon kembalilah. BANGUN!!!” Dara dengan mengguncangkan tubuh
Rendra.
Flashback end.
Setelah presentasi selesai Dara menghembaskan tubuhnya dikursi kantornya.
Ia masih memikirkan apa yang semalan ia lakukan. Bahkan ia tidak tidur sama
sekali hanya karena mengingat dan menangisi kekasih yang telah meninggalkannya
dialam keabadiaan.
“Kau
kenapa?” sebuah suara tiba-tiba saja mengagetkan Dara yang sedang memejamkan
matanya dan tampa sadar meneteskan air matanya.
“Tak baik
masih memikirkan orang yang telah pergi meninggalkan kita. Bahkan sampai kau
tidak membuka kembali hatimu. Ingat kau sudah memasuki masa dimana kau harus
segera menikah.” Ujar seseorang itu kembali.
“Membuka
hati? Untuk siapa.” Jawab Dara masih menghapus air matanya yang tersisa.
“Untuk ku.”
Mata Dara
membulat sempurna. Bahkan ia terdiam saat seseorang yang berada dihadapanya
mengatakan hal yang sangat membuat jantungnya hampir copot.
Dara
terkekeh. “Sekalipun itu kamu, dia, ataupun mereka diluar sana. Tidak akan ada
yang bisa mengetuk dan membuka kembali hatiku yang sudah tertutup rapat karena
seseorang yang telah pergi meninggalkanku.” Dara dengan menekan perkataanya.
“Sudah 1
tahun lamanya Rendra pergi Ra. Kau harus lupakan semua. Kembali kepada lembaran
baru, kau harus bangkit. Liat depan Ra, ada seseorang yang lama telah menantimu
dalam diam.”
Dara
terisak, mau bagaimanapun hatinya masih terkunci dengan satu nama Rendra. Dara
menggelengkan kepala. “Tidak Ram, tidak bisa. Bahkan saat aku mencoba untuk
melupakanya, hati ini semakin terluka. Sakit Ram, semua seakan-akan terulang
kembali saat aku mencoba untuk pergi. Aku tidak bisa Ram. Aku selalu merasakan
sosok Rendra ada menemaniku Ram. Aku sudah lelah! Aku lelah Ram..” Dara dengan
menutup matanya dengan kedua tanganya karena tak sanggup menahan air matanya
yang sedari tadi ia tahan.
Rama hanya
bisa diam. Ia menggenggam tangan Dara yang bergetar. Mencoba memberikan energi
hanya untuk menegarkan dan menguatkan hati Dara yang terluka. Rama menyadari
bahwa mana mungkin ia bisa langsung masuk kedalam hati Dara, sedangkan ia belum
sama sekali mengetuknya.
“Aku akan
membimbingmu, aku akan mengobati luka pada hatimu. Jangan pernah mencoba
melupakanya jika hatimu semakin terluka. Cukup buka hatimu, dengan seiring
waktu engkau pasti akan melupakanya. Mungkin aku tidak akan pernah bisa seperti
apa yang Rendra buat sehingga kau membiarkan luka bersemanyam dihatimu. Tapi
aku akan menjadi Rama, yang akan membiarkan tawa terlukis diwajah teduhmu,
Dara.”
`~~~~~~~~`
untuk melaksanakan ukuwah dan talisilahturahmi mari berteman FOLLOW - @Nurazizahindah. Syukran, kritik dan pesan silakan langsung mention ke Twitter ajah ya.
No comments:
Post a Comment